Rabu, 09 Oktober 2013

birokrasi budaya barat


Birokrasi dalam budaya barat
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/2/20/Peruskaavio_en.gif/250px-Peruskaavio_en.gif
http://bits.wikimedia.org/skins-1.17/common/images/magnify-clip.png
Contoh diagram dari administrasi publik
Birokrasi (bahasa Inggris:bureaucracy ~ bu·reauc·ra·cy ~ bjʊəˈrɒkrəs) (bahasa Perancis: bureaucratie) mempunyai arti bureau + cratie atau sistem struktur manajemen pemerintahan negara atau administrasi besar atau organisasi sesuai dengan kebutuhan atau keinginan yang kompleks yang ditandai dengan otoritas hirarkis di antara banyak kantor dengan prosedur yang tetap
[sunting] Teori-teori dalam birokrasi
Max Weber, seorang sosiolog Jerman menulis sebuah alasan yang menggambarkan bentuk birokrasi [2]sebagai cara ideal mengatur organisasi pemerintahan melalui prinsip-prinsip bentuk birokrasi antara lain harus terdapat adanya struktur hirarkis formal pada setiap tingkat dan di bawah kontrol dan dikendalikan dalam sebuah hirarki formal atas dasar dari perencanaan pusat dan pengambilan keputusan, manajemen dengan aturan yang jelas adanya pengendalian melalui aturan yang memungkinkan agar keputusan yang dibuat pada tingkat atas akan dapat dilaksanakan secara konsisten oleh semua tingkat di bawahnya, organisasi dengan fungsional yang khusus pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh mereka yang benar merupakan ahli kemudian disusun dalam unit-unit berdasarkan jenis pekerjaan yang akan dilakukan berdasarkan keahlian, mempunyai sebuah misi target yang akan dituju atau yang sedangkan dilaksanakan dalam upaya agar tujuan agar organisasi ini dapat melayani kepentingan yang akan diberdayakan termasuk dalam misi untuk melayani organisasi itu sendiri harus melalui perhitungan pencapaian pada tujuan, perlakuan secara impersonal idenya agar memperlakukan semua pelaksana dan kepentingan diperlakukan secara sama sama dan tidak boleh dipengaruhi oleh perbedaan individu, bekerja berdasarkan kualifikasi teknis merupakan perlindungan bagi pelaksana agar dapat terhindar dari pemecatan sewenang-wenang dalam saat menjalankan tugasnya. Akan tetapi, menurut Cyril Northcote Parkinson seorang sejarawan angkatan laut Inggris yang menulis bahwa Weber kurang menyadari bahwa manajemen dan staf profesional akan cenderung tumbuh mengikuti pada tingkat yang tidak diprediksi oleh garis organisasi[3] sedangkan David Osborne dan Ted Gaebler menyarankan bahwa birokrasi harus berubah menjadi birokrasi yang lebih memperhatikan partisipasi masyarakat, adanya kerja tim serta kontrol rekan sekerja (peer group) dan atasan bukan lagi merupakan dominasi atau kontrol [4]. Berikut rangkuman dari teori-teori birokrasi.
Sistem Birokrasi I

Rowing (Mendayung/bekerja sendiri)
Service (Melayani)
Monopoly (Menguasai sendirian)
Rule-driven (Digerakan oleh aturan)
Budgeting inputs (Menunggu anggaran)
Bureaucracy-driven (Dikendalikan birokrat)
Spending (Pengeluaran)
Curing (Penyembuhkan)
Hierarchy (Berjenjang)
Organization (Organisasi, lembaga)
Sistem Birokrasi II

Steering (Menyetir/mengarahkan)
Empowering (Memberdayakan)
Competition (Ada persaingan)
Mission-driven (Digerakkan oleh misi)
Funding outcomes (Menghasilkan dana)
Customer-driven (Dikendalikan pelanggan/pembayar pajak)
Earning (Penghasilan/tabungan)
Preventing (Pencegahan)
Teamwork /participation (Pelibatan/kerja kelompok)
Market (Pasar, keseimbangan orang banyak)

[sunting] Sejarah
[sunting] Peran birokrasi pada masa kolonial
Kekuatan kolonial di kepulauan Indonesia mempunyai kepentingan bagaimana mengendalikan seluruh wilayah dengan mempertimbangkan jarak, daratan dan wilayah antar negeri yang sangat besar agar tidak menyulitkan dalam melakukan eksplorasi sumber-sumber daya, selain dari itu perlu adanya partisipasi pasif, partisipasi aktif dari bumiputera sangat diperlukan, kolaborasi dalam partisipasi aktif ini tentunya dengan tidak boleh mengorbankan kekuasaan dan pengaruh kolonialisme.
Pemerintahan kolonial dikontrol secara terpusat di Batavia (sekarang Jakarta) melakukan administrasi secara keseluruhan dan bertindak atas nama kerajaan Belanda (dengan jabatan setingkat menteri koloni) yang umum dikenal sebagai gubernur jenderal yang dibantu oleh dewan Hindia Belanda (raad van Nederlands-Indië), sekretariat umum (algemene secretarie), departemen administrasi umum (departementen van algemeen bestuur) dan pemerintahan daerah (het binnenlands bestuur} dengan birokrasi Eropa yang ruang lingkup kerja terbatas bagi bangsa Eropa sedangkan bagi bumiputera selalu berada di bawah pengarahan langsung dari pemerintahan lokal Inlandsche Bestuur (pangreh praja) yang mencakup bagian besar dari dahulu yang disebut dengan wilayah Hindia Belanda, pemerintahan sendiri seperti raja, pangeran dengan melalui kesepakatan politik dengan pemerintah kolonial namun ada pula daerah yang dikuasai secara langsung dimana pemerintahan kolonial ikut membentuk birokrasi yang berdampingan dengan birokrasi pemerintahan lokal seperti yang terlihat pada administratif pemerintahan di pulau Jawa dan Madura sekitar tahun 1829 bersamaan dengan mulai dikenalkan konsep birokrasi Eropa terutama dalam sangkutan dengan komoditas ekspor. kebijakan cultuurstelsel berangsur-angsur berubah dengan demikian sektor swasta mulai bermunculan antara lain perkebunan dan perindustrian dengan kedatangan pekerja penduduk Eropa di bidang perkebunan, perdagangan komersial dan industri bersamaan dengan itu budaya politik saat itu mulai ikut menumbuhkan gerakan nasionalisme di Indonesia.
Pada tahun 1905 mulai terbentuk pemerintahan walaupun dengan kekuasaan terbatas dan tetap di bawah pimpinan pemerintah daerah Eropa berlanjut pada tahun 1916 terbentuk pula pemerintahan kota-kota besar dengan pemerintahan sendiri dengan walikota bukan merupakan bagian dari pemerintah daerah Eropa, pada 1918 mulai terdapat dewan rakyat yang berbentuk badan perwakilan dari berbagai kelompok yang diwakili dalam dewan ini. dilanjutkan pada tahun 1925 wilayah dibagi dalam beberapa tingkat administratif baru, provinsi di pulau Jawa dan Madura dan pemerintah di luar daerah (pulau-pulau di luar Jawa dan Madura). Di samping itu, di pulau utama Jawa dan Madura ke pemerintah daerah asli lebih mandiri dengan pengalihan fungsi tersebut.
[sunting] Awal kemerdekaan
Pada tanggal 30 Mei 1948 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1948 pemerintah RI yang berkedudukan di Jogjakarta baru mendirikan Kantor Urusan Pegawai (KUP) sedangkan pemerintahan RIS yang berkedudukan di Jakarta untuk masalah kepegawaian dibentuk melalui Keputusan Letnan Gubernur Jenderal di Hindia Belanda Nomor 10 tanggal 20 Februari 1946 dengan nama Kantor Urusan Umum Pegawai (KUUP) yang berada di bawah departemen urusan sosial namun dengan Keputusan Letnan Gubernur Jenderal di Hindia Belanda Nomor 13 Tahun 1948 membatalkan keputusan terdahulu dan membentuk Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP) yang langsung dibawah Gubernur Jenderal, antara Kantor Urusan Pegawai (KUP) dan Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP) masing-masing melaksanakan kegiatannya sendiri-sendiri hingga terdapat dualisme dalam birokrasi di Indonesia, kemudian karena adanya pengakuan kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 dibentuklah Kantor Urusan Pegawai (KUP) guna menyatukan Kantor Urusan Pegawai (KUP) dan Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP) dan berada di bawah dan bertanggugjawab kepada perdana menteri akan tetapi karena suasana perpolitikan saat itu, Kantor Urusan Pegawai (KUP) yang akan menata birokrasi tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya disusul pada tanggal 17 Agustus 1950, terjadi pergantian konstitusi RIS berubah menjadi UUDS 1950 yang berakibat terjadinya perubahan bentuk negara kembali ke negara kesatuan. Tahun 1953 T.R. Smith membantu menyusun laporan untuk Biro Perancang Negara berjudul Public Administration Training, setahun kemudian dua orang profesor dari Cornell University, School of Business and Public Administration Amerika yang diundang ke Indonesia yaitu Edward H. Lichtfeld dan Alan C. Rankin yang berhasil menyusun laporan rekomendasi yang berjudul Training for Administration in Indonesia[5][6]. Pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo II (20 Maret 1956 - 9 April 1957) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1957 dibentuk Panitia Negara untuk menyelidiki Organisasi Kementerian-kementerian atau Panitia Organisasi Kementerian (PANOK) sebagai pengganti Kantor Urusan Pegawai (KUP) serta ikut dibentuk Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang bertugas menyempurnakan administratur negara atau birokrasi keduanya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada perdana menteri.
Pada tanggal 5 Juli 1959, dikeluarkan dekrit presiden yang menyatakan berlakunya kembali UUD 1945 dan presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 melarang PNS golongan F menjadi anggota dari partai politik selanjutnya pada tahun 1961 dikeluarkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan Pokok Kepegawaian dan dibentuk Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) diikuti dengan lembaga baru bernama Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) yang menghasilkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 1962 tentang pokok-pokok organisasi aparatur pemerintah negara tingkat tertinggi, dua tahun kemudian dikeluarkan Keppres Nomor 98 Tahun 1964 dibentuk Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi (KONTRAR) merupakan kelanjutan dari Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN), retooling atau "pembersihan" dalam dua kepanitian terakhir ini lebih bernuansa politis dengan penyingkiran birokrat yang tak sehaluan dengan partai yang sedang memerintah (the ruling party) atau yang dianggap tidak sejalan dengan kebijakan pemerintahan republik.
[sunting] Birokrasi dalam perkembangan
Dalam perkembangannya pengorganisasian birokrasi mulai diwarnai dengan ketidakpastian akibat peranan partai-partai politik yang saling bersaing dengan sangat dominan, partai-partai politik mulai melakukan building block kekuasaan melalui pos-pos kementerian strategis di jajaran pemerintahan sebagai sumber daya kelangsungan partai politik yang bersangkutan, program rekrutmen birokrasi ikut mengalami spoil system yang merajalela mulai dari pengangkatan, penempatan, promosi dan instrumen kepegawaian lainnya tidak didasarkan kriteria penilaian melainkan berdasarkan pertimbangan politik, golongan serta unsur-unsur lainnya diluar tugas birokrasi.
Pada tahun 1966 awal pemerintahan Suharto bedasarkan Ketetapan MPRS Nomor XIII/MPRS/1966 tentang Kabinet Ampera ditunjuk selaku presiden dan ketua presidium Kabinet Ampera melalui Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 266 Tahun 1967 kembali membentuk panitia pengorganisasian birokrasi sebagai pembantu presidium yang kemudian dikenal dengan nama Tim Pembantu Presiden untuk Penertiban Aparatur dan Administrasi Pemerintah atau disingkat menjadi Tim PAAP yang beranggotakan sebelas orang dengan Menteri Tenaga Kerja selaku ketua didampingi oleh direktur LANsebagai sebagai sekretaris serta dibantu oleh lima orang penasehat ahli yang mengusulkan unit kerja baru bernama Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal dan Inspektorat tercermin dalam Keputusan Presidium Kabinet Nomor 75/U/KEP/11/1966 serta dalam pengorganisasian kembali birokrasi pada kementerian negara melalui Keputusan Presiden Nomor 44 dan 45 Tahun 1966 dilakukan pengubahan penggolongan PNS dari golongan A sampai dengan F menjadi golongan I sampai dengan IV.
Selanjutnya pada tahun 1968 kembali dibentuk Panitia Koordinasi Efisiensi Aparatur Ekonomi Negara dan Aparatur Pemerintah yang disebut pula sebagai Proyek 13 disusul dengan Keppres Nomor 16 Tahun 1968 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 199 Tahun 1968, Proyek 13 ini kemudian berganti nama menjadi Sektor Penyempurnaan dan Penertiban Administrasi Negara yang lebih dikenal dengan nama Sektor P' dengan anggota terdiri dari Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Sekretariat Negara, Departemen Keuangan, Departemen Tenaga Kerja, serta Departemen Transmigrasi dan Koperasi. yang diketuai oleh Awaloeddin Djamin yang menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dengan tugas agar dapat menyempurnakan administrasi pemerintahan.
Ketika Suharto pertama kali membentuk Kabinet Pembangunan I dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1968, dibentuk kementerian nomenklatur baru yaitu Kementerian Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara bertugas antara lain melanjutkan pembersihan birokrasi dari unsur-unsur apa yang disebut dengan berpolitik kepartaian lalu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 pada tanggal 29 Nopember 1971 didirikan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) sebagai organisasi wadah tunggal bagi seluruh pegawai pemerintahan Indonesia dan dalam perkembangan selanjutnya Tim PAAP dan Proyek 13 akhirnya dilebur kedalam Kementerian Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara sedangkan Sektor Aparatur Pemerintah (Sektor P) tetap dan berfungsi meliputi penyusunan kebijaksanaan, perencanaan, pembuatan program, koordinasi, pengendalian, dan penelitian dalam rangka menyempurnakan dan membersihkan aparatur negara dan Kementerian Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara yang dipimpin oleh seorangan menteri merangkap menjadi anggota Sektor N (Penelitian dan Pengembangan) dan Sektor Q (Keamanan dan Ketertiban) dan dengan Keppres Nomor 45/M Tahun 1983 Kementerian Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara diubah kembali menjadi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara yang secara langsung menteri pada kementerian tersebut merangkap pula sebagai wakil Ketua Bappenas.
Tahun 1995 melalui Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995 tanggal 27 September 1995 pemerintah mencanangkan dimulai diterapkan lima hari kerja yaitu hari kerja mulai hari Senin sampai dengan hari Jumat yang berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Oktober 1995 sebagai akibat dari sistem pembinaan Karier PNS, pertumbuhan nol pegawai negeri sipil (PNS) (Zero Growth) seta perampingan organisasi.
Setelah tahun 1998 yang dikenal sebagai gerakan reformasi maka melalui Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 mengenai keberadaan pegawai negeri sipil (PNS) sebagai anggota partai politik lalu diubah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1999 yang membuat pegawai negeri sipil (PNS) kembali tertutup dari kemungkinan untuk ikut berkiprah sebagai keanggotaan dalam partai politik apapun.
[sunting] Organisasi
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/4/43/Keskushallinto_en.gif/250px-Keskushallinto_en.gif
http://bits.wikimedia.org/skins-1.17/common/images/magnify-clip.png
contoh diagram ini menunjukkan kedudukan kementerian dalam struktur administrasi publik
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kementerian Indonesia
Sejak kemerdekaan 63 tahun yang lalu dan setelah melalui proses yang panjang, akhirnya Indonesia baru mempunyai pengaturan organisasi kementerian sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan kementerian negara.
[sunting] Korupsi
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Korupsi di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Indeks Persepsi Korupsi
Usaha rasionalisasi organisasi pemerintah pusat sebenarnya sudah dimulai sejak masa Kabinet Wilopo (3 April 1952 -1 Agustus 1953) yang berusia hanya sekitar limabelas bulan kemudian diteruskan oleh kabinet Ali Sastroamidjojo I (1 Agustus 1953 - 12 Agustus 1955) bernasib sama berusia dua tahun yang mempunyai program antara lain menyusun aparatur pemerintah yang efisien serta pembagian tenaga yang rasional dengan mengusahakan perbaikan taraf kehidupan pegawai serta memberantas korupsi dalam birokrasi dengan pembentukan Panitia Negara untuk menyelidiki Organisasi Kementerian-kementerian (PANOK) yang bekerja antara tahun 1952 sampai dengan 1954.
Pada 2009, bila merujuk pada laporan dari Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong, Indonesia masih menunjukan angka yang buruk terutama dalam hal hambatan birokrasi atau red tape barriers [7]
[sunting] Administrasi publik
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Undang Undang Pelayanan Publik dan Ombudsman Republik Indonesia
Wajah birokrasi dari suatu penyelengaraan negara Indonesia akan tercermin pada hasil produk yang berupa adanya standar pelayanan terhadap publik atau masyarakat dalam rangka merasionalisasi birokrasi akan dapat terwujudnya dengan adanya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, terdapat sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak dan sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik dengan terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan dan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam memperoleh penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan pada kepentingan umum serta adanya kepastian hukum dalam kesamaan hak disamping keseimbangan hak dan kewajiban meliputi keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, penyedian fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan.
Sebagai penjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik dan penanggung jawab adalah pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis, pimpinan lembaga lainnya, gubernur pada tingkat provinsi dengan kewajiban melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat sedangkan pada tingkat bupati pada tingkat kabupaten, walikota pada tingkat kota melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik masing-masing kepada dewan perwakilan rakyat daerah provinsi dan menteri atau dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota dan gubernur
[sunting] Akuntabilitas Publik
Pendulum kekuasaan di Indonesia selalu bergulir dari waktu-ke waktu, bergerak antara eksekutif dan parlemen serta peran kekuatan bersenjata yang ikut mewarnai kekuasaan para pelaku hampir tidak mengalami perubahan yakni berputar antara partai politik yang satu kepada partai politik yang lain, pada kurun waktu tertentu lokus kekuasaan akan bergeser pada pihak eksekutif dimana partai politik pemerintah akan lebih kuat dan menunjukkan supremasi kekuasaan katimbang kelembagaan negara lainnya yang dengan demikian penggunaan kekuasaan akan terfokus dan bermuara di satu tempat, saat kurun waktu yang lain, kekuasaan berada pada pihak legislatif, partai politik lain yang berada di legislatif akan memainkan peran yang sentral dalam fokus penggunaan kekuasaan membuat stabilitas pemerintahan tidak bisa tercapai, sementara itu profesionalisme baik pada pihak legsilatif maupun pihak eksekutif tidak juga pernah bisa terwujudkan, politik tarik-menarik dari lokus dan fokus penggunaan kekuasaan akan selalu silih berganti berada di kedua pihak tersebut.
Sementara kepentingan publik tidak pernah merasakan keterwakilan dalam siklus kekuasaan ini, keperwakilan melalui partai politik yang seharusnya sebagai mewakili kepentingan publik hanya mengenalnya pada saat-sat ketika akan diadakan pemilu belaka dan seterusnya kepentingan publik akan terlupakan kembali dengan kekuasaan ego partikular dan elite pimpinan partai politik semata.
Dalam Perkembangannya administrasi publik akan cenderung menjadi instrumen dari kekuasaan dari para elite dengan membuat publik senantisa kembali berada pada posisi objek dan kepentingan sedangkan pertanggung jawaban kepada publik mempunyai kadar amat rendah dan cenderung bisa dikatakan hampir tidak ada sama sekali akhirnya akan bisa menjadi sebuah ironi di dalam sebuah negara demokrasi yang tanpa mempunyai akuntabilitas[8][9], negara demokrasi yang seharusnya dapat melahirkan administrasi publik yang lebih baik sebagaimana administrasi publik di beberapa negara yang telah mengikuti sistem demokrasi yang seharusnya menjadi sebuah kekuatan besar yang dapat dipergunakan untuk meminta pertanggung jawaban publik dan harus dapat segera dilaksanakan oleh pemerintahan dan publik dapat pula antara lain dengan menuntut uang pajak yang dibayarkan kepada pemerintahan agar selalu dipergunakan secara jelas dan bermanfaat bagi publik melalui tekanan-tekanan publik antara lain fiskal kepada administrasi publik akan semakin kuat, publik harus dapat mengetahui setiap aliran penggunakan dan pemanfaatan fiskal dengan demikian publik tidak lagi akan dapat mentoleransi terhadap segala macam pemborosan, inkomptensi dan kecerobohan yang mungkin atau yang dilakukan oleh aparatur administrasi publik yang berakibatkan kerugian bagi publik.
Efektivitas berbagai metode dalam menegakkan akuntabilitas publik terdapat faktor yang menentukan antara lain dengan adanya derajat transparansi penerimaan yang dapat diukur dari peran media massa dalam memberikan informasi kepada publik meliputi anggaran, akuntansi publik, dan laporan audit. Tanpa akses terhadap beragai informasi tersebut, masyarakat tidak akan sepenuhnya menyadari apa yang telah dilakukan dan tidak pernah dilakukan bagi kepentingan publik serta pendidikan pemahaman hak-hak sipil yang diberikan kepada para warga negara agar mengetahui hak dan kewajibannya serta kesiapannya untuk menjalankan. [
 
 
17
BAB 3 KEMERDEKAAN INDONESIA HINGGASUPERSEMARA.

Pengesahan UUD 1945 dan Pemilihan Presiden
Saat sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945, dalam sidang inilahdasar negara kita mulai dibicarakan orang diantara para pembicaranya adalah M. Yamin danBung Karno yang masing-masing mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka.Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri ataslima hal, yaitu:1. Peri Kebangsaan2. Peri Kemanusiaan3. Peri Ketuhanan4. Peri Kerakyatan5. Kesejahteraan RakyatSelain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas limahal, yaitu:1. Ketuhanan Yang Maha Esa2. Persatuan Indonesia3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaandalam Permusyawaratan/Perwakilan5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat IndonesiaUsulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, BungKarno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)3. Mufakat atau Demokrasi4. Kesejahteraan Sosial5. Ketuhanan yang BerkebudayaanKelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karnomengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:1. Sosio nasionalisme2. Sosio demokrasi3. KetuhananBerikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberikesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni1945.
 
18
Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:1. Ir. Soekarno2. Ki Bagus Hadikusumo3. K.H. Wachid Hasjim4. Mr. Muh. Yamin5. M. Sutardjo Kartohadikusumo6. Mr. A.A. Maramis7. R. Otto Iskandar Dinata8. Drs. Muh. HattaPada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan paraanggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinyadibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiriatas sembilan orang, yaitu:1. Ir. Soekarno2. Drs. Muh. Hatta3. Mr. A.A. Maramis4. K.H. Wachid Hasyim5. Abdul Kahar Muzakkir6. Abikusno Tjokrosujoso7. H. Agus Salim8. Mr. Ahmad Subardjo9. Mr. Muh. YaminPanitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkansidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebihdikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”.Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil yang dicapai adalahmerumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus. Pada tanggal 9 Agustusdibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong darikekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpinbangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17Agustus 1945.Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang untuk pertama kalinya dengankeputusan mengesahkan dan menetapkan UUD 1945 dan memilih presiden dan wakilpresiden. Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelummengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesiabagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agarpada alinea keempat preambul, di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengankewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak makarakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru sajadiproklamasikan. Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI,khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki BagusHadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusahameyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa.
 
19
Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingatIndonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya “dengankewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” di belakang kata Ketuhanandan diganti dengan “Yang Maha Esa”. Selain itu, juga ada perbaikan lainnya seperti pada babIII, pasal 6 UUD 1945 yang sebelumnya menyatakan bahwa “Presiden ialah orang indonesiaasli yang beragama islam, diubah menjadi Presiden adalah orang Indonesia Asli. Dalamsidang ini pula rancangan undang-undang dasar ditetapkan dan disahkan menjadi Undang-Undang Dasar 1945.Pada waktu sidang PPKI membahas Bab III rancangan UUD 1945, Otto Iskandardinatamengusulkan agar sekaligus saja memilih presiden dan wakilnya. Ia mengusulkan Soekarnosebagai presiden dan Moh. Hatta sebagai wakil presiden. Ternyata usul tersebut diterimasecara bulat dan disambut dengan upacara menyanyikan lagu Indonesia Raya sebanyak 2kali. Dengan demikian kedua proklamator tersebut, sejak 18 Agustus 1945 resmi menjadiPresiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama.
B.

Pembentukan Lembaga-Lembaga Negara
Setelah menetapkan Soekarno dan Moh.Hatta sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI melanjutkan sidangnya. Namun seblumsedang dimulai Presiden Soekarno menunjuk Mr.Ahmad Subardjo, Sutarjo, dan Mr. Kasmanuntuk membentuk panitia kecil yang dipimpin oleh Otto Iskandardinata yang menghasilkankeputusan sebagai berikut :a.

Pembagian wilayah Republik IndonesiaDalam upaya mempermudah dan memperlancar pelaksanaan birokrasi pemerintahan,Panitia Kecil memutuskan bahwa wilayah negara Republik Indonesia di bagi menjadi 8Provinsi dan masing – masing dipimpin oleh Gubernur, antara lain :1.

Sumatera : Teuku Mohammad Hasan2.

Jawa Barat : Sutarjo Kartohadikusumo3.

Jawa Tengah : R. Panji Suruso4.

Jawa Timur : R.M. Suryo5.

Sunda Kecil : Mr. I Gusti Ketut Puja6.

Maluku : Mr. J. Latuharhary7.

Sulawesi : Dr. G.S.S.J Ratulangi8.

Kalimantan : Ir. Pangeran Mohammad Nurb.

Pembentukan Komite NasionalAnggota KNIP berasal dari golongan muda dan tokoh-tokoh masyarakat dari berbagaidaerah jumlahnya 137 orang. Anggota KNIP dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 diGedung Kesenian, Pasar Baru, Jakarta.Sidang KNIP pertama berhasil memilih ketua dan wakil ketua.Kasman Singodimedjo dipilih sebagai Ketua, dengan Wakil Ketua I : M. Sutardjo;Wakil Ketua II : Latuharhary; Wakil Ketua III : Adam Malik. Namun karena situasikeamanan yang tidak menentu, pembentukan Komite Nasional Daerah gagal dibentuk 

Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingatIndonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya “dengankewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” di belakang kata Ketuhanandan diganti dengan “Yang Maha Esa”. Selain itu, juga ada perbaikan lainnya seperti pada babIII, pasal 6 UUD 1945 yang sebelumnya menyatakan bahwa “Presiden ialah orang indonesiaasli yang beragama islam, diubah menjadi Presiden adalah orang Indonesia Asli. Dalamsidang ini pula rancangan undang-undang dasar ditetapkan dan disahkan menjadi Undang-Undang Dasar 1945.Pada waktu sidang PPKI membahas Bab III rancangan UUD 1945, Otto Iskandardinatamengusulkan agar sekaligus saja memilih presiden dan wakilnya. Ia mengusulkan Soekarnosebagai presiden dan Moh. Hatta sebagai wakil presiden. Ternyata usul tersebut diterimasecara bulat dan disambut dengan upacara menyanyikan lagu Indonesia Raya sebanyak 2kali. Dengan demikian kedua proklamator tersebut, sejak 18 Agustus 1945 resmi menjadiPresiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama.
B.

Pembentukan Lembaga-Lembaga Negara
Setelah menetapkan Soekarno dan Moh.Hatta sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI melanjutkan sidangnya. Namun seblumsedang dimulai Presiden Soekarno menunjuk Mr.Ahmad Subardjo, Sutarjo, dan Mr. Kasmanuntuk membentuk panitia kecil yang dipimpin oleh Otto Iskandardinata yang menghasilkankeputusan sebagai berikut :a.

Pembagian wilayah Republik IndonesiaDalam upaya mempermudah dan memperlancar pelaksanaan birokrasi pemerintahan,Panitia Kecil memutuskan bahwa wilayah negara Republik Indonesia di bagi menjadi 8Provinsi dan masing – masing dipimpin oleh Gubernur, antara lain :1.

Sumatera : Teuku Mohammad Hasan2.

Jawa Barat : Sutarjo Kartohadikusumo3.

Jawa Tengah : R. Panji Suruso4.

Jawa Timur : R.M. Suryo5.

Sunda Kecil : Mr. I Gusti Ketut Puja6.

Maluku : Mr. J. Latuharhary7.

Sulawesi : Dr. G.S.S.J Ratulangi8.

Kalimantan : Ir. Pangeran Mohammad Nurb.

Pembentukan Komite NasionalAnggota KNIP berasal dari golongan muda dan tokoh-tokoh masyarakat dari berbagaidaerah jumlahnya 137 orang. Anggota KNIP dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 diGedung Kesenian, Pasar Baru, Jakarta.Sidang KNIP pertama berhasil memilih ketua dan wakil ketua.Kasman Singodimedjo dipilih sebagai Ketua, dengan Wakil Ketua I : M. Sutardjo;Wakil Ketua II : Latuharhary; Wakil Ketua III : Adam Malik. Namun karena situasikeamanan yang tidak menentu, pembentukan Komite Nasional Daerah gagal dibentuk 
 
20
c.

Pembentukan departemen dan penunjukan para menteri1.

Menteri Dalam Negeri;2.

Menteri Luar Negeri;3.

Menteri Keuangan;4.

Menteri Kehakiman5.

Menteri Kemakmuran;6.

Menteri Keamanan Rakyat7.

Menteri Kesehatan;8.

Menteri Pengajaran,;9.

Menteri Penerangan10.

Menteri Sosial;11.

Menteri Pekerjaan Umum12.

Menteri Perhubungan;13.

Menteri Negara

 

serta menggiring Belanda untuk segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadapRepublik.
H.

Perjanjian Renville
Sementara peperangan sedang berlangsung, Dewan Keamanan PBB, atas desakan Australiadan India, mengeluarkan perintah peletakan senjata tanggal 1 Agustus 1947, dan segerasetelah itu mendirikan suatu Komisi Jasa-Jasa Baik, yang terdiri dari wakil-wakil Australia,Belgia dan Amerika Serikat, untuk menengahi perselisihan itu . Tanggal 17 Januari 1948berlangsung konferensi di atas kapal perang Amerika Serikat, Renville, ternyatamenghasilkan persetujuan lain, yang bisa diterima oleh yang kedua belah pihak yangberselisih. Akan terjadi perdamaian yang mempersiapkan berdirinya zone demiliterisasiIndonesia Serikat akan didirikan, tetapi atas garis yang berbeda dari persetujuan Linggarjati,karena plebisit akan diadakan untuk menentukan apakah berbagai kelompok di pulau-pulaubesar ingin bergabung dengan Republik atau beberapa bagian dari federasi yangdirencanakan Kedaulatan Belanda akan tetap atas Indonesia sampai diserahkan padaIndonesia Serikat.Pada tanggal 19 Januari ditandatangani persetujuan Renville Wilayah Republik selama masaperalihan sampai penyelesaian akhir dicapai, bahkan lebih terbatas lagi ketimbangpersetujuan Linggarjati : hanya meliputi sebagian kecil Jawa Tengah (Jogja dan delapanKeresidenan) dan ujung barat pulau Jawa -Banten tetap daerah Republik Plebisit akandiselenggarakan untuk menentukan masa depan wilayah yang baru diperoleh Belanda lewataksi militer. Perdana menteri Belanda menjelaskan mengapa persetujuan itu ditandatanganiagar Belanda tidak "menimbulkan rasa benci Amerika".Sedikit banyak, ini merupakan ulangan dari apa yang terjadi selama dan sesudah perundinganLinggarjati. Seperti melalui persetujuan Linggarjati, melalui perundingan Renville, Soekarnodan Hatta dijadikan lambang kemerdekaan Indonesia dan persatuan Yogyakarta hidup lebihlama, jantung Republik terus berdenyut. Ini kembali merupakan inti keuntungan Sepertisesudah persetujuan Linggarjati, pribadi lain yang jauh dari pusat kembali diidentifikasidengan persetujuan -dulu Perdana Menteri Sjahrir, kini Perdana Menteri Amir- yangdianggap langsung bertanggung jawab jika sesuatu salah atau dianggap salah
I.

Agresi Militer Belanda IIAgresi Militer II
terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadapYogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta,Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknyaPemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh SjafruddinPrawiranegara.
J.

Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta
Serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secarasecara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer diwilayah Divisi III/GM III -dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintahsipil setempat- berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Sudirman, untuk membuktikankepada dunia internasional bahwa TNI -berarti juga Republik Indonesia- masih ada dan
 
28
cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalamperundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwaTentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakanperlawanan. Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade X/Wehrkreis III turut sertasebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta
E.

Perjuangan Mewujudkan Kembali NKRI
1.

Perjanjian Roem-Royen
Akibat dari Agresi Militer tersebut, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda,terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannyakepada Belanda, akhirnya dengan terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berundingdengan RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan Belanda menyepakatiPerjanjian Roem Royen.
2.

KMB (Konferensi Meja Bundar)
Konferensi Meja Bundar
adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesiadan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November1949. Yang menghasilkan kesepakatan:

Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) .

Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan
3.

UUDS 1950
 Pada tanggal 15 Agustus 1950, Presifen Soekarno menandatangani Rancangan Undang-Undang Dasar menjadi Rancangan Undang-Undang Dasar Semestara yang kemudian dikenaldengan UUDS 1950 sebagai konstitusinya.
4.

Pengeluaran Dekret Presiden 1959 dan kembali ke NKRI
Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkanUUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskanUUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembalikepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantasmenyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinyamenganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakanpemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju.Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang,karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum adalah jumlah minimum anggota ygharus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota)agar dapat mengesahkan suatu putusan. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum.Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses (masa perhentian sidang[parlemen]; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang ternyata merupakan akhir dari upayapenyusunan UUD.
 
29
Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekret yang diumumkandalam upacara resmi di Istana Merdeka.Isi dari Dekret tersebut antara lain :1.

Pembubaran Konstituante2.

Pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlakunya UUDS 19503.

Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar